Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati dan ketulusan jiwa, izinkanlah cak Lumen melontarkan sebuah pertanyaan sederhana : Untuk apa kita hidup ?
Pertanyaan yang jarang ditanyakan setiap hari memang, tapi kita layak memikirkan jawabannya. Bagi yang mau tentunya. Anda boleh tidak menjawabnya, dan boleh juga menjawabnya dalam hati. Kalau cak Lumen, lebih memilih untuk memahami rencana jawabannya. Pemahaman cak Lumen terhadap rencana jawabannya, adalah bahwa kita tidak memiliki hidup. Kita tidak pernah meminta hidup, dan seingat kita memang kita tidak pernah minta dihidupkan. Kita dihidupkan, tentunya oleh Sang Maha Hidup. Jadi, hidup bukan milik kita, dan kita hidup bukan untuk hidup, melainkan untuk Sang Maha Hidup. DIA yang meng hidup kan kita, jadi hidup yang ’rasanya’ milik kita ini, adalah milik NYA, dan untuk NYA. Karena DIA lah yang memiliki hidup, maka hidup itu sendiri adalah DIA. DIA lah yang HIDUP. Ngomong-ngomong siapakah DIA ?
Setiap tarikan nafas kita, setiap desir darah kita, setiap detak jantung, adalah manifestasi ”kenyataan” (baca : ’realitas’), ’haqiqah’ HIDUP NYA didalam diri kita. Karena kita tidak pernah punya rencana untuk hidup, maka sudah barang tentu sesuatu yang tidak pernah punya rencana untuk hidup, tidak memiliki kemampuan dan segenap potensi HIDUP. Dan sudah barang tentu, tidak memiliki potensi apapun, melainkan menerima dan menyatakan segenap potensi hidup yang ter’nyata’kan. Kenyataannya, sesuatu yang sedemikian nyata, tidak terlihat kita, manakalah hidup itu terlalu dekat dengan kenyataan sehari-hari. Kita terlalu silau dengan pancaran NUR HIDUP NYA. Saking dekatnya, mata kita tidak mampu melihat, seperti meletakkan tangan di mata kita, maka kita tidak melihat tangan lagi. Mata lahir kita terbatas, kemampuannya hanya melihat dengan jarak tertentu, dengan sisi tertentu, dan dengan interpretasi tertentu pula. Mata kita butuh ruang dan waktu.
Jadi, manakala HIDUP diletakkan apa adanya, dipandang apa adanya, dirasakan apa adanya, tentu akan kembali pada pemiliknya tanpa kurang suatu apa.
Dengan segala kerendahan hati, cak Lumen ingin mengatakan, bahwa tulisan ini bukanlah pemikiran yang mewah. Pemikiran tentang HIDUP, Sang Maha Hidup, bukanlah pemikiran yang mewah. Ditengah-tengah kesibukan kerja sehari-hari, ditengah-tengah perjuangan mencari nafkah, mencari sesuap nasi sebutir berlian, cak Lumen rasa, pemikiran ini sangat pantas di diskusikan, kalau bisa direnungkan, dirasakan, digetarkan, disisipkan, dilampirkan, dihamparkan, ditengah-tengah kenyataan, hampir lupanya kita akan pemikiran mendasar dan sederhana ini.
Baiklah, selanjutnya terserah kepada anda.... hidup ini milik anda atau bukan...... untuk anda sia-siakan atau anda dedikasikan kepada pemiliknya. ....................
Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar