Selasa, 09 November 2010

Teluk dan Pulau Nan Indah



Berdiri memandang laut dengan teluk yang meliuk elok, sungguh membuat perasaan berdebar kagum. Selalu begitu kalau berhadapan dengan indahnya panorama. Perasaan kagum berubah takjub kalau sambil merenung. Setelah itu, kosong, pasrah... Ini semua keindahan wajah Nya. "Kemanapun kamu memandang disitu wajahNYA". benar-benar alam itu adalah 'ayat' - tanda tanda kekuasaan Tuhan.

Ini pantai dengan teluk yang berhadapan dengan dua buah pulau yang ada di Kec. Muara Batang Gadis, Kab. Mandailing Natal. Dijepret tanggal 10 Oktober 2010, mudah-mudahan tetap indah, tidak tercemar dan tidak terkena bencana tsunami. Tapi kalau itu terjadi, photo ini menjadi kenangan.

Kamis, 12 Agustus 2010

Indahnya Pantai Perawan di Muara Batang Gadis



Sepanjang horizon mata memandang terlihat garis tipis horizontal di ufuk barat, matahari ufuk barat bermandikan cahaya keemasan nan elok, bersibakkan awan gemawan putih dan kelabu bersampiran bersandingan merona merah dibiaskan cahaya. Wah, sulit juga menggambarkan keindahannya, anda harus kesana sih, mengalami sendiri.
Memijak kan kaki di pasir halus membentang sepanjang 170 km (bayangkan tuh).
Amat panjang, namun tetap hijau karena disisi daratan ditumbuhi pohon pinus dan pohon nyiur / kelapa memanjang berjejer di setiap tepian yang bisa kita lihat.
Pantai tersebut berada di Kecamatan Muara Batang Gadis Kab. Mandailing Natal.
Biasa disebut pantai barat Sumatera.

Keelokan panorama yang tidak bosannya kita lihat (karena kita bukan orang sana), tentu menyebabkan rasa ingin tinggal lebih lama dan menikmati debur ombaknya membuat kita ingin berumah dipinggirannya. Tapi kalau kita perhatikan, orang di sekitar pantai amatlah bersahaja dan seolah sudah menyatu dengan keadaan pantai sehingga mereka adalah bagian dari pantai itu sendiri. Mereka tidak lagi melihat keindahan pantai, karena mereka adalah bagian dari keindahan pantai itu.

Nelayan yang merajut jala-jala ikan, sedang mengemasi barang-barang untuk melaut, dan anak-anak mereka yang berjejeran melihat persiapan pergi dan pulang melaut, seolah merajut kepentingan hari dan petang itu tiada sudah, dan tiada hal yang luar biasa, tapi coba lihat lagi, sungguh, indah banget….. busyeet…. Hal biasa begitu kok jadi indah ya… sungguh, karena hidup ini pasti berakhir, terasa banget rasa syukur di hati, karena paling tidak kita telah mengalaminya.

Sore-sore, udah hampir maghrib, beberapa orang teman menyalakan api unggun di tepian pantai perawan muara batang gadis tadi. Tak lama kemudian, lidah apinya melenggak lenggok diterpa angin laut, merah kekuningan, memercikkan bunga api, kecil dan ramai meninggalkan pantai, api terus membesar membakar kayu-kayu pinus kecil dan sedang yang kami kumpulkan karena terserak di pinggir pantai perawan.
Waktu berjalan terus, tak lama azan maghrib mengalun lembut mengelus gendang telinga, menggetarkan syaraf dan rasa kalbu. Kami pun sholat maghrib di tepi pantai beralaskan kayu papan. Debur ombak dan sisa-sisa sunset di depan kami ketika sholat, langsung berhadapan, sepanjang yang bisa terlihat, horizon yang makin menggelap, pendaran cahaya mentari yang terlelap ditutup awan sore, menambah rasa khusyuk hingga tahiyat akhir.

Selasa, 13 Juli 2010

This is Not “our” life

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati dan ketulusan jiwa, izinkanlah cak Lumen melontarkan sebuah pertanyaan sederhana : Untuk apa kita hidup ?
Pertanyaan yang jarang ditanyakan setiap hari memang, tapi kita layak memikirkan jawabannya. Bagi yang mau tentunya. Anda boleh tidak menjawabnya, dan boleh juga menjawabnya dalam hati. Kalau cak Lumen, lebih memilih untuk memahami rencana jawabannya. Pemahaman cak Lumen terhadap rencana jawabannya, adalah bahwa kita tidak memiliki hidup. Kita tidak pernah meminta hidup, dan seingat kita memang kita tidak pernah minta dihidupkan. Kita dihidupkan, tentunya oleh Sang Maha Hidup. Jadi, hidup bukan milik kita, dan kita hidup bukan untuk hidup, melainkan untuk Sang Maha Hidup. DIA yang meng hidup kan kita, jadi hidup yang ’rasanya’ milik kita ini, adalah milik NYA, dan untuk NYA. Karena DIA lah yang memiliki hidup, maka hidup itu sendiri adalah DIA. DIA lah yang HIDUP. Ngomong-ngomong siapakah DIA ?
Setiap tarikan nafas kita, setiap desir darah kita, setiap detak jantung, adalah manifestasi ”kenyataan” (baca : ’realitas’), ’haqiqah’ HIDUP NYA didalam diri kita. Karena kita tidak pernah punya rencana untuk hidup, maka sudah barang tentu sesuatu yang tidak pernah punya rencana untuk hidup, tidak memiliki kemampuan dan segenap potensi HIDUP. Dan sudah barang tentu, tidak memiliki potensi apapun, melainkan menerima dan menyatakan segenap potensi hidup yang ter’nyata’kan. Kenyataannya, sesuatu yang sedemikian nyata, tidak terlihat kita, manakalah hidup itu terlalu dekat dengan kenyataan sehari-hari. Kita terlalu silau dengan pancaran NUR HIDUP NYA. Saking dekatnya, mata kita tidak mampu melihat, seperti meletakkan tangan di mata kita, maka kita tidak melihat tangan lagi. Mata lahir kita terbatas, kemampuannya hanya melihat dengan jarak tertentu, dengan sisi tertentu, dan dengan interpretasi tertentu pula. Mata kita butuh ruang dan waktu.
Jadi, manakala HIDUP diletakkan apa adanya, dipandang apa adanya, dirasakan apa adanya, tentu akan kembali pada pemiliknya tanpa kurang suatu apa.
Dengan segala kerendahan hati, cak Lumen ingin mengatakan, bahwa tulisan ini bukanlah pemikiran yang mewah. Pemikiran tentang HIDUP, Sang Maha Hidup, bukanlah pemikiran yang mewah. Ditengah-tengah kesibukan kerja sehari-hari, ditengah-tengah perjuangan mencari nafkah, mencari sesuap nasi sebutir berlian, cak Lumen rasa, pemikiran ini sangat pantas di diskusikan, kalau bisa direnungkan, dirasakan, digetarkan, disisipkan, dilampirkan, dihamparkan, ditengah-tengah kenyataan, hampir lupanya kita akan pemikiran mendasar dan sederhana ini.
Baiklah, selanjutnya terserah kepada anda.... hidup ini milik anda atau bukan...... untuk anda sia-siakan atau anda dedikasikan kepada pemiliknya. ....................
Wassalam.